Jumat, 05 April 2013

PENGARUH KOMBINASI KADAR AIR BENIH DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP VIABILITAS DAN SIFAT FISIK BENIH PADI (Oryza sativa) KULTIVAR CIHERANG


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pengolahan benih padi merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan benih padi yang bermutu tinggi. Proses pengolahan benih tersebut antara lain meliputi kegiatan : penerimaan hasil panen, pengeringan, pembersihan/sortasi, pengujian , pengemasan dan penyimpanan. Setiap kegiatan dari rangkaian proses pengolahan benih tersebut akan sangat mempengaruhi mutu/kualitas benih yang dihasilkan.
Proses pengeringan merupakan salah satu proses yang dapat mempengaruhi mutu/kualitas benih yang dihasilkan. Pada prinsipnya pengeringan merupakan proses penurunan kadar air calon benih sampai nilai yang dikehendaki sehingga diperoleh benih yang dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Kadar air benih padi yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 13 %.
Dalam industri perbenihan, penyimpanan benih bertujuan untuk dapat mempertahankan mutu fisiologis benih yang sudah mencapai titik maksimum pada saat masak fisiologis dalam periode selama mungkin. Penyimpanan benih ini berperan dalam menunjang ketersediaan pasokan benih bermutu secara tepat waktu dan berkesinambungan. Sehingga kebutuhan petani akan benih di setiap daerah dapat terpenuhi.
Benih biasanya disimpan di dalam suatu kemasan. Pengemasan benih ini merupakan suatu usaha atau perlakuan yang bertujuan untuk melindungi fisik benih agar daya tumbuh dan atau daya berkecambahnya dapat dipertahankan. Jenis kemasan benih antara lain dapat dibedakan menjadi :
a.       Kemasan yang kedap air (alumunium foil, kaleng, dsb)
b.      Kemasan yang resisten terhadap kelembaban (kantong plastik)
c.       Kemasan yang porous/sarang (kain, karung goni, karung plastik, dsb).
Produk benih padi yang siap dipasarkan biasanya dikemas dengan kemasan plastik yang resisten terhadap kelembaban udara. Namun ketika disimpan di gudang penyimpanan sebelum dipasarkan, benih tersebut dikemas dengan karung plastik/karung goni.
Benih yang disimpan di tempat penyimpanan benih, mempunyai umur simpan tertentu karena benih merupakan benda hidup yang masih melakukan proses respirasi/pernafasan. Vigor dan viabilitas benih tersebut akan mengalami kemunduran atau yang lebih dikenal dengan istilah ‘deteriorasi’. Semakin lama, mutu benih yang disimpan akan semakin berkurang dari kondisi awal. Oleh karena itu, lama penyimpanan benih sampai benih tersebut ditanam akan sangat mempengaruhi mutu benih yang dihasilkan.
Benih padi kultivar Ciherang merupakan benih padi yang paling banyak diproduksi oleh PT Sang Hyang Seri. Benih padi kultivar ini mendominasi sekitar 70 % pasar benih PT Sang Hyang Seri. Sampai saat ini padi kultivar Ciherang merupakan kultivar yang banyak digemari oleh petani. Beberapa karakter padi kultivar Ciherang dapat dilihat pada Lampiran 1.
 Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian guna mengetahui sampai sejauh mana pengaruh kadar air benih dan lama penyimpanan terhadap viabilitas dan sifat fisik benih padi kultivar Ciherang.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1.      Bagaimana pengaruh kombinasi kadar air benih dan lama penyimpanan terhadap viabilitas dan sifat fisik benih padi sawah kultivar Ciherang ?
2.      Kombinasi kadar air benih dan lama penyimpanan manakah yang dapat menampilkan viabilitas dan sifat fisik benih padi kultivar Ciherang yang terbaik?
1.3. Tujuan  dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan bahwa tujuan penelitian ‘Pengaruh Kombinasi Kadar Air Benih dan Lama Penyimpanan terhadap Viabilitas dan Sifat Fisik Benih Padi Sawah Kultivar Ciherang’ adalah untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh kombinasi kadar air benih dan lama penyimpanan terhadap viabilitas dan sifat fisik benih padi sawah kultivar Ciherang. Selain itu untuk mendapatkan kombinasi kadar air dan lama penyimpanan yang tepat sehingga didapatkan viabilitas dan sifat fisik benih padi sawah kultivar Ciherang terbaik.
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan teknologi benih serta sebagai bahan informasi bagi usaha benih, juga sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya tentang kadar air dan penyimpanan benih.
1.4. Kerangka Pemikiran
Kadar air benih memiliki pengaruh yang lebih besar daripada temperatur terhadap umur/daya simpan benih. Sebagian besar benih mengikuti ‘kaidah umum’ mengenai kadar air dan umur benih. Hubungan kadar air dan umur benih pada umumnya ialah bahwa untuk setiap kenaikan satu persen kadar air benih, umur benih menurun setengahnya (Harrington, 1972 dalam McCormack, 2004). Hukum ini berlaku untuk benih dengan kadar air antara 5 dan 13 %. Pada kadar air di atas 13%, cendawan dan peningkatan panas akibat respirasi mengakibatkan umur benih menurun pada tingkat yang lebih cepat. Ketika kadar air benih mencapai 18 sampai 20 %, peningkatan respirasi dan aktifitas mikroorganisme menyebabkan deteriorasi benih yang cepat. Pada kadar air 30 %, sebagian besar benih yang tidak dorman mulai berkecambah. Pada kadar air tingkat rendah, benih yang disimpan pada kadar air 4 sampai 5 % tidak terpengaruh oleh cendawan, tetapi benih-benih tersebut memiliki umur simpan yang lebih pendek dari benih yang disimpan pada kadar air yang sedikit lebih tinggi (Bewley dan Black, 1985 dalam McCormack, 2004).
Sebagian besar cendawan terhambat ketika kelembaban udara terjaga di bawah 65 %. Pada kelembaban ini kadar air benih biji berpati adalah sekitar 13% dan benih biji berminyak sekitar 7 %. Pengaruh utama cendawan adalah : menurunkan viabilitas, memproduksi racun yang mempengaruhi viabilitas benih, meningktkan produksi panas, menyebabkan perubahan warna, kelapukan dan kelengketan.
Daya kecambah (viabilitas benih), umumnya diukur dalam persen untuk mengukur jumlah benih dalam suatu kelompok yang dapat diharapkan berkecambah dan tumbuh menjadi tanaman sehat. Selama periode benih disimpan di dalam tempat penyimpanan, ada penurunan viabilitas yang bertahap. Ketika sebuah perusahaan benih menyimpan benih pada suhu udara lingkungan, benih secara khusus diuji setiap enam bulan sampai satu tahun, tergantung kondisi penyimpanan. Benih yang disimpan pada suhu 40OF (14OC), atau pada suhu di bawah beku diuji dalam siklus yang lebih panjang tergantung dari bagaimana benih dikeringkan dan suhu dimana benih tersebut disimpan.
Hubungan antara viabilitas dan vigor benih terhadap waktu dapat digambarkan dengan kurva sigmoid seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Hubungan antara penurunan vigor dan viabilitas terhadap waktu (Harrington, 1972 dalam McCormack, 2004) 
Ada tiga fase yang berbeda pada hubungan ini : (1) pertama ketika daya berkecambah kira-kira 80% atau lebih, ketika vigor dan viabilitas benih sama-sama tinggi; (2) tahap kedua ketika deteriorasi berkembang cepat; dan (3) tahap ketiga deteriorasi melambat kira-kira daya berkecambah 20 % atau kurang, dan semua benih mati secara perlahan.

1.5. Hipotesis
            Berdasarkan uraian pada kerangka pemikiran maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :
1.      Kombinasi kadar air dan lama penyimpanan yang berbeda memberikan viabilitas dan sifat fisik benih yang berbeda pula.
2.      Terdapat salah satu kombinasi kadar air dan lama penyimpanan yang dapat memberikan viabilitas dan sifat fisik benih kultivar Ciherang yang terbaik.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Padi
Genus oryzae memiliki 25 spesies dan semuanya tersebar di seluruh daerah yang beriklim tropis maupun sub tropis, yaitu di benua Asia, Afrika, Amerika, Australia dan Eropa (Izzudin, 2003).
Berdasarkan sumber Siregar (1981) dan Glaszmann (1987) padi dapat digolongkan ke dalam klasifikasi seperti di bawah ini.
Regnum     : Plantae
Divisio       : Angiospermae
Classis       : Monokotiledoneae
Ordo          : Poaceae
Familia      : Gramineae
Genus        : Oryzae
Species      : Oryzae sativa L.                                                                                                                                
2.2 Morfologi dan Penggolongan padi
2.2.1Morfologi padi
   Tanaman padi termasuk famili Gramineae,merupakan tanaman yang termasuk pada golongan tanaman semusim, bentuk batang bulat berongga, daunnya memanjang seperti pita yang berdiri tegak pada ruas batang dan mempunyai sebuah malai yang terdapat pada ujung batang. Keseluruhan organ tanaman padi terdiri dari dua kelompok yaitu organ vegetatif dan organ generatif(reproduktif). Bagian vegetatif meliputi : akar,batang dan daun, sedangkan pada bagian generatif terdiri dari malai,bunga padi dan buah padi. Dari sejak perkecambahan sampai panen, tanaman padi memerlukan waktu 3 – 6 bulan ( Manurung dan Ismunadji,1988 dalam Ismunadji et.al., 1988).
Bagian – bagian tanaman padi pada garis besarnya dibagi dua bagian yaitu
A.    Bagian vegetative meliputi :
a.       Akar
            Kurang lebih 5-6 hari setelah berkecambah, dari batang yang pendek keluar akar–akar serabut yang pertama dan sejak itu perkembangan akar serabut tumbuh teratur. Pada permulaan batang bagian bawah mulai bertunas (± umur 15 hari setelah tanam) dan akar serabut berkembang dengan pesat sehingga akar tunggang (radikula) yang keluar pada saat perkecambah tidak tampak lagi. Letak susunan akar di lahan garapan tidak dalam ±20-30- cm,oleh karena itu tanaman banyak mengambil zat makanan dari bagian tanah yang diatas. Adapun akar yang keluar dari akar tunggang disebut akar serabut, sedangkan akar yang keluar pada akar serabut disebut akar rambut .
b.      Batang
      Batang padi tersusun dari rangkaian ruas-ruas, antara ruas yang satu dengan  lainnya terpisah oleh suatu buku. Ruas batang padi didalamnya terdapat rongga dan bentuknya bulat, dimana ruas yang pendek terdapat pada bagian bawah dari batang dan ruas-ruas ini praktis  tidak dapat dibedakan sebagai ruas yang berdiri sendiri.
c.       Daun
     Daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan berselang seling dengan satu daun pada setiap buku. Pada setiap daun terdiri dari : helai daun bebentuk seperti pita memanjang, peleph daun membungkus ruas, telinga daun (auricle) dan lidah daun (ligule). Terdapatnya telinga daun dan lidah daun pada tanaman padi, dapat digunakan untuk pembeda dengan rumpu-rumputan pada saat stadia bibit (seedling), karena pada daun rumput-rumputan hanya memiliki lidah atau telinga daun atau tidak sama sekali. Daun teratas pada tanaman padi disebut daun bendera, posisi dan ukran tampak berada dari daun yang lain. Satu daun pada awal fase pertumbuhan selanjutnya diperlukan waktu yang lebih lama, yaitu 8-9 hari. Adapun jumlah daun pada setiap tanaman ditentukan pada varietas yang ditanam, untuk varietas-varietas baru didaerah tropik memiliki 14-18 daun pada batang utama. Suatu varietas yang memiliki 14 daun, pada daun ke-4 (dihitung dari daun bendera) ialah daun terpanjang yang terbentuk sebelum inisiasi malai.
           Lebih lanjut dikemukakan bahwa pelepah dan helai daun berfungsi untuk fotosintesis maupun respirasi, memperkuat dan melindungi tunas yang sedang tumbuh. Adapun profilia berfungsi untuk melindungi sumbu batang lateral yang masih muda. Pertumbuhan luasnya daun pada komunitas tanaman disebabkan oleh 2 faktor, yaitu : meningatnya jumlah anakan dan meningkatnya luas tepi daun itu sendiri.
           Pada perbatasan antara helai dan upih terdapat lidah daun. Upih daun berguna untuk memberi dukungan pada bagian buku yang jaringannya empuk. Panjang daun, warna lidah daun, jumlah daun dan besar sudut daun yang terbentuk antara daun bendera dengan malai, ditentukan pada varietas padi yang ditanam. Besar sudut yang dibentuk antara daun bendera dengan malai ±90° atau lebih.
B.     Bagian generativ meliputi :
a.       Malai
            Malai terdiri dari sekumpulan bunga-bunga padi (Spikelet) yang keluar dari buku paling atas. Pada waktu berbunga, malai berdiri tegak kemudian terkulai apabila bulir gabah telah berisi dan matang menjadi buah. Ukuran panjang malai ditentukan oleh sifat baka dari tanaman dan kondisi lingkungan, panjang malai dapat pendek 20 cm, sedang 21-30 cm dan panjang lebih dari 30 cm. Kepadatan malai adalah perbandingan antara banyaknya bunga per malai dengan panjang malai.
b.       Bunga Padi
            Bunga padi tergolong kedalam bunga telanjang yang berarti mempunyai perhiasan bunga dan berkelamin dua dengan bakal buah (kepala sari) berada lebih tinggi dari pada putik. Jumlak benang sari ada 6 buah, sedangkan tangkai sarinya pendek dan tipis. Kepala sari ukurannya lebih besar dibandingkan putik, dan mempunyai dua kandungan serbuk. Putik mempunyai dua tankai putik dengan dua buah kapala putik yang menyerupai bentuk malai. Adapun warna kepala putik pada umumnya putih dan ungu.
c.       Buah (bulir gabah)
      Buah padi biasa disebut biji padi atau bulir gabah yang tertutup oleh lemma dan palea. Pengisian biji padi, terjadi setelah penyerbukan dan pembuahan. Sementara itu lemma dan palea serta bagian-bagian lainnya membentuk sekam (kulit gabah). Sebagian besar biji padi ditempati oleh endosperm yang mengandung zat tepung dan sebagian ditempati oleh embrio (lembaga) yang terletak pada bagian sentral, yaitu bagian lemma.
2.2.2. Penggolongan padi
Hingga sekarang ada dua spesies padi yang dibudidayakan manusia secara massal: Oryza sativa yang berasal dari Asia dan O. glaberrima yang berasal dari Afrika Barat.
Pada awal mulanya O. sativa dianggap terdiri dari dua subspesies, indica dan japonica (sinonim sinica). Padi japonica umumnya berumur panjang, postur tinggi namun mudah rebah, lemmanya memiliki ekor atau bulu, bijinya cenderung membulat, dan nasinya lengket. Padi indica, sebaliknya, berumur lebih pendek, postur lebih kecil, lemmanya tidak berbulu atau hanya pendek saja, dan bulir cenderung oval sampai lonjong. Walaupun kedua anggota subspesies ini dapat saling membuahi, persentase keberhasilannya tidak tinggi. Contoh terkenal dari hasil persilangan ini adalah kultivar 'IR8', yang merupakan hasil seleksi dari persilangan japonica (kultivar 'Deegeowoogen' dari Formosa) dengan indica (kultivar 'Peta' dari Indonesia). Selain kedua varietas ini, dikenal varietas minor javanica yang memiliki sifat antara dari kedua tipe utama di atas. Varietas javanica hanya ditemukan di Pulau Jawa.
Kajian dengan bantuan teknik biologi molekular sekarang menunjukkan bahwa selain dua subspesies O. sativa yang utama, indica dan japonica, terdapat pula subspesies minor tetapi bersifat adaptif tempatan, seperti aus (padi gogo dari Bangladesh), royada (padi pasang-surut/rawa dari Bangladesh), ashina (padi pasang-surut dari India), dan aromatic (padi wangi dari Asia Selatan dan Iran, termasuk padi basmati yang terkenal). Pengelompokan ini dilakukan menggunakan penanda RFLP dibantu dengan isozim. Kajian menggunakan penanda genetik SSR terhadap genom inti sel dan dua lokus pada genom kloroplas menunjukkan bahwa pembedaan indica dan japonica adalah mantap, tetapi japonica ternyata terbagi menjadi tiga kelompok khas: temperate japonica ("japonica daerah sejuk" dari Cina, Korea, dan Jepang), tropical japonica ("japonica daerah tropika" dari Nusantara), dan aromatic. Subspesies aus merupakan kelompok yang terpisah.
Berdasarkan bukti-bukti evolusi molekular diperkirakan kelompok besar indica dan japonica terpisah sejak ~440.000 tahun yang lalu dari suatu populasi spesies moyang O. rufipogon. Domestikasi padi terjadi di titik tempat yang berbeda terhadap dua kelompok yang sudah terpisah ini. Berdasarkan bukti arkeologi padi mulai dibudidayakan (didomestikasi) 10.000 hingga 5.000 tahun sebelum masehi.   (http://id.wikipedia.org/wiki/Padi)
2.3. Syarat tumbuh tanaman padi
            Lingkungan yang baik sangat diperlukan bagi tanaman padi dalam usaha meningkatkan produktivitas. Lingkungan tersebut terdiri dari lingkungan alami dan hasil buatan manusia. Lingkungan alami mencakup unsur iklim, seperti : cuaca, tanah, curah hujan, intensitas cahaya, angin, kelembaban dan lingkungan biotik. Menurut Mugnisjah dan Asep Setiawan (2001) suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman padi, yaitu 23-32°C dan kelembaban nisbi 92%. Sedangkan ketinggian > 500 m dpl dapat menghasilkan bulir gabah dengan kehampaan lebih tinggi dan angin akan menyebabkan kerebahan. Lingkungan yang dibuat manusia merupakan lingkungan yang dimodifikasi untuk memaksimalkan hasil gabah. Modifikasi lingkungan dengan cara : pemberian pupuk, insektisida, fungisida, pengapuran maupun herbisida. Modifikasi lingkungan diterapkan, karena tanaman padi dapat tumbuh baik dan subur dengan membutuhakan tanah gembur, subur, pengairan cukup, unsure hara terpenuhi, tidak ada serangan hama dan penyakit serta bebas dari gangguan gulma.
2.4. Perkecambahan Benih
            Yang dimaksud dengan perkecambahan benih dalam pengujian laboratorium adalah muncul dan berkembangnya kecambah hingga mencapai stadia dimana bagian dari struktur-struktur esensialnya menunjukan kemampuan kecambah tersebut untuk berkembang lebih lanjut  menjadi tanamn normal dalam kondisi optimum (Favourable).
(Direktorat Jendral Tanaman Pangan. Direktorat Jendral Hortikultura. Departemen Pertanian, 2006).
2.4.1. Syarat untuk perkecambahan
Menurut Lita Sutopo, 2002. Syarat untuk perkecambahan benih adalah :
a. Air
Air merupakan salah satu syarat penting bagi berlangsungnya proses perkecambahan benih. Dua faktor penting yang mempengaruhi penyerapan air ole benih adalah : (a) sifat dari benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan (b) jumlah air yang tersedia pada medium disekitarnya.
            Banyaknya air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benih. Tetapi umumnya melampaui dua atau tiga kali dari berat keringnya. Tingkat pengambilan air juga dipengaruhi oleh temperatur, temperatur yang tinggi menyebabkan menigkatnya kebutuhan akan air.
b. Temperatur
            Temperatur merupakan syarat penting yang kedua bagi perkecambahan benih. Tanaman pada umumnya dapat diklasifikasikan berdasarkan kebutuhannya akan terperatur :
  1. Tanaman yang benihnya hanya akan berkecambah pada temperature yang relatif rendah. Contoh : Camassia leichlini dan lewisia rediviva yang hanya berkecambah pada temperatur dibawah 41°F (5°C) dan pada 50°F (10°C).
  2. Tanaman yang benihnya hanya akan berkecambah pada temperatur yang relatif tinggi. Benih dari kebanyakan tanaman tropika membutuhkan temperatur tinggi untuk perkecambahannya.
  3. Tanaman yang mampu berkecambah pada kisaran temperatur dari rendah sampai tinggi
Temperatur optimum adalah temperatur yang paling menguntungkan bagi berlangsungnya perkecambahan benih. Pada kisaran temperatur ini terdapat persentase perkecambahan yang tertinggi.Temperatur optimum bagi kebanyakan benih tanaman adalah diantara 80-95°F (26,5-35°C). Di bawah itu yaitu pada temperatur minimum serendah 32°-41°F (0°-5°C) kebanyakan jenis benih akan gagal untuk berkecambah, atau terjadi kerusakan “chilling” yang mengakibatkan terbentuknya kecambah abnormal.
c.Oksigen
            Proses respirasi ini akan berlangsung selama benih masih hidup. Pada saat perkecambahan berlangsung proses respirasi akan meningkat disertai pula dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan karbon dioksida, air dan energi yang berupa panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan mengekibatkan terhambatnya proses perkecambahan benih. Pada sintesa lemak menjadi gula diperlukan oksigen karena molekul asam lemak mengandung lebih sedikit oksigen pada molekul gula. Energi yang digunakan untuk kegiatan mekanisme sel-sel dan mengubah bahan baku bagi proses pertumbuhan dihasilkan melalui proses oksidasi dari cadangan makanan didalam benih.
            Walaupun demikian ada beberapa jenis tanaman yang mempunyai kemampuan untuk berkecambah pada keadaan yang kurang oksigen misalnya : padi (Oryiza sativa L)  
d.Cahaya
            Kebutuhan benih terhadap cahaya untuk berkecambahannya berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman. Menurut Andriance & Brison (1955) berdasarkan pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat diklasifikasikan atas 4 golongan :
  1. Golongan yang memerlukan cahaya secara mutlak untuk perkecambahannya. Misal : mistletoe (viscum album), fig (ficus anrea).
  2. Golongan yang memerlukan cahaya untuk mempercepat perkecambahannya misal : selada (lactuca sativa L), tembakau (nicotiana tabacum).
  3. Golongan dimana cahaya dapat menghambat perkecambahannya, misal : Allium sp., Amaranthus sp., phlox sp.
  4.  Golongan dimana benih dapat berkecambah sama baik ditempat gelap atau ada cahaya, misal : Kubis (Brassica oleracea L), Kacang-kacangan (Legumes).
e.Medium
            Medium yang baik untuk perkecambahan benih haruslah mempunyai sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyimapan air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan “damping off”.
            Tanah dengan tekstur lempung berpasir dan dilengkapi dengan bahan-bahan organik merupakan medium yang baik bagi kecambah yang di tranplantasikan ke lapangan. Pasir dapat digunakan sebagai medium dipesemaian.
            Kondisi fisik dari tanah sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan kecambah menjadi tanaman dewasa. Benih akan terhambat perkecambahannya pada tanah yang padat, karena benih berusaha keras untuk dapat menembus kepermukaan tanah.
            Selain medium, tingkat kedalaman penanaman benih juga dapat mempengaruhi perkecambahan benih. Hal ini juga mempunyai hubungan erat dengan kondisi fisik dari tanah. Pada tanah yang gembur benih yang ditanam sedikit dalam tidak akan banyak mempengaruhi perkecambahan. Berbeda dengan tanah yang lebih padat dimana sebaiknya benih ditanam tidak terlalu dalam untuk memudahkan kecambah muncul kepermukaaan tanah. Tetapi harus pula diingat jangan sampai menanam benih terlalu dangkal. 
2.4.2. Proses Perkecambahan
            Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia.
  1. Tahap pertama, suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma.
  2. Tahap kedua, dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih
  3. Tahap ketiga, merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut serta ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh.
  4. Tahap keempat, adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi didaerah meristematik untuk mengahsilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru.
  5. Tahap kelima, adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh.
Sementara daun belum dapat berfungsi sebagai organ untuk fotosintesa, maka pertumbuhan kecambah sangat terghantung pada persediaan makanan yang ada dalam biji. (Lita Soetopo, 2002).  
2.2 Penyimpanan
Tujuan utama penyimpanan benih adalah mengusahakan agar dapat mempertahankan mutu fisiologis benih yang sudah dicapai maksimum pada saat masak fisiologis dalam periode selama mungkin. Sasarannya adalah ketersediaan benih yang viabilitas dan vigornya tetap tinggi sebelum ditanam, walaupun benih tersebut telah disimpan lama.
Penyimpanan benih ini sangat berperan dalam upaya pemenuhan kebutuhan petani akan benih bermutu di sepanjang tahun. Benih padi merupakan salah satu produk yang tidak bisa dihasilkan setiap saat. Oleh karena itu, untuk menunjang ketersediannya secara kontinyu perlu diadakan proses penyimpanan.
Mutu benih yang tetap tinggi hendaknya menjadi pangkal pertimbangan dalam kegiatan penyimpanan benih. Benih yang bemutu tinggi dapat diusahakan tahan disimpan dalam kondisi lingkungan yang baik. Namun, benih yang sudah turun mutunya jika disimpan tetap saja akan tidak memenuhi standar mutu bagaimanapun baik kondisi penyimpanannya. Kecerobohan dalam pemanenan dan pengolahan dapat menurunkan mutu benih. Hal ini tidak dapat diperbaiki selama dalam penyimpanan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi mutu benih padi terutama yang menyangkut viabilitas dan sifat fisik benih selama penyimpanan adalah kadar air dan lama penyimpanan. Kedua faktor tersebut harus diperhatikan agar tujuan utama penyimpanan benih yakni untuk mempertahankan mutu fisiologis benih yang sudah dicapai maksimum pada saat masak fisiologis dalam periode selama mungkin dapat tercapai.
Tinggi rendahnya kandungan air dalam benih memegang peranan yang demikian penting dan berpengaruh besar terhadap viabilitas dan pertumbuhan umum dari benih tersebut (Ance K, 1992). Pengeringan adalah usaha menurunkan kadar air susut bahan sampai kadar air keseimbangan dengan kondisi udara pengering atau sampai tingkat kadar air yang aman untuk disimpan (Syarief, 1997).
Penurunan kadar air ini dilakukan sehubungan benih akan disimpan, baik itu  dalam hitungan hari, bulan atau tahun. Padi yang matang fisiologis dengan kadar air 35-45 % dapat disimpan dan tahan lama dengan kondisi mutu yang terjamin apabila kadar airnya dapat diturunkan sampai batas maksimal 13 %. Sedangkan pada biji kacang tanah kadar air tidak lebih dari 6 % jika akan mempertahankan mutunya. Pada tingkat kadar air seperti tersebut di atas benih akan dapat mempertahankan viabilitasnya sampai beberapa waktu simpan sebelum ditanam kembali.
Kadar air produk tanaman yang akan disimpan untuk beberapa waktu bagi keperluan yang akan datang harus diturunkan sampai batas-batas tertentu. Yang dimaksud dengan batas-batas tertentu yaitu batas-batas agar jangan sampai terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap benih selama benih tersebut dalam penyimpanan karena benih merupakan organisme hidup yang masih melakukan respirasi secara terus menerus. Penyimpangan-penyimpangan tersebut antara lain sangat dipengaruhi oleh : kadar air benih, jenis benih, tingkat kematangan serta temperatur penyimpanan.
Proses respirasi yang terjadi di dalam benih akan menghasilkan panas dan air, semakin tinggi kadar air benih maka proses respirasi akan semakin tinggi sehingga berakibat pada :
a.       Terjadinya perkecambahan, karena di dukung oleh kelembaban lingkungan yang besar/tinggi.
b.      Munculnya organisme perusak, karena kelembaban lingkungan yang tinggi merupakan lingkungan yang cocok bagi organisme perusak misalnya jamur, dengan demikian benih akan banyak mengalami kerusakan.
Dengan demikian maka maksud pengeringan benih sampai batas kadar air tertentu ialah untuk :
1.      Membatasi respirasi
2.      Mencegah timbulnya udara panas di tempat penyimpanan benih yang dapat merugikan vigor dan viabilitas benih.
3.      Menghindarkan benih dari serangkaian mikroorganisme yang terundang oleh kelembaban tempat yang tinggi.
4.      Menghindarkan benih dari kerusakan mekanis baik selama penanganan, pemrosesan ataupun pembersihan (terutama ketika kadar air masih tinggi)
5.      Mengurangi bahaya yang akan diderita benih apabila dilakukan fumigasi khususnya ketika kadar airnya masih tinggi.
6.      Mencegah terjadinya penggumpalan-penggumpalan benih selama penyimpanan karena kelembaban benih atau kadar air benih masih tinggi.
Benih-benih yang disimpan di gudang penyimpanan biasanya dalam suatu kemasan. Pengemasan benih bertujuan untuk melindungi benih dari faktor-faktor biotik dan abiotik, mempertahankan kemurnian benih baik secara fisik maupun genetik, serta memudahkan dalam penyimpanan dan pengangkutan (Robi’in, 2007).
Penggunaan bahan kemasan yang tepat dapat melindungi benih dari perubahan kondisi lingkungan simpan yaitu kelembapan nisbi dan suhu. Kemasan yang baik dan tepat dapat menciptakan ekosistem ruang simpan yang baik bagi benih sehingga benih dapat disimpan lebih lama.
Prinsip dasar pengemasan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas dan vigor benih, dan salah satu tolok ukurnya adalah kadar air benih. Menurut Barton dalam Robi’in (2007), kadar air merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran benih. Lebih lanjut dikatakan bahwa kemunduran benih meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar air benih.
2.3.  Deteriorasi Kemunduran Benih.
            Deteriorasi atau kemunduran benih yang menyebabkan menurunnya vigor dan viabilitas benih merupakan awal kegagalan dalam kegiatan pertanian sehingga harus dicegah agar tidak mempengaruhi produktivitas tanaman. Menurut Sadjad (1972), kemunduran benih adalah mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat menimbulkan perubahan menyeluruh didalam benih, baik fisik, fisiologis maupun kimiawi yang mengakibatkan menurunnya viabilitas benih.
            Toole, Toole dan Gorman (dalam Abdul Baki dan Anderson, 1972), kemunduran benih dapat ditunjukkan oleh gejala fisiologis sebagai berikut:
a.       Terjadinya perubahan warna benih.
b.      Tertundanya perkecambahan.
c.       Menurunnya toleransi terhadap kondisi lingkungan sub optimum selama perkecambahan.
d.      Rendahnya toleransi terhadap kondisi simpan yang kurang sesuai.
e.       Peka terhadap radiasi.
f.       Menurunnya pertumbuhan kecambah.
g.      Menurunnya daya berkecambah.
h.      Meningkatnya kecambah abnormal.
            Kemunduran benih dapat didefinisikan sebagai menurunnya kualitas benih baik secara fisik maupun fisiologis yang mengakibatkan rendahnya viabilitas dan vigor benih sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman menurun. Laju kemunduran benih dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:
a.       Sifat genetis benih biasanya disebut proses deteriorasi yang kronologis, artinya meskipun benih ditangani dengan baik dan faktor lingkungannya pun mendukung namun proses ini akan tetap berlangsung.
b.      Lingkungan biasanya disebut proses deteriorasi fisiologis.Proses ini terjadi karena adanya faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan persyaratan penyimpanan benih,atau terjadi proses penyimpangan selama pembentukan dan prosesing benih.
2.4.  Vigor benih.
            Vigor benih adalah kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal pada kondisi suboptimum di lapang,atau sesudah disimpan dalam kondisi simpan yang suboptimum dan ditanam dalam kondisi lapang yang optimum (Sadjad. 1994).
Vigor benih adalah sejumlah sifat-sifat benih yang mengindikasikan pertumbuhan dan perkembangan kecambah yang cepat dan seragam pada cakupan kondisi lapang yang luas. Cakupan vigor benih meliputi aspek-aspek fisiologis selama proses perkecambahan dan perkembangan kecambah. Vigor benih bukan merupakan pengukuran sifat tunggal, tetapi merupakan sejumlah sifat yang menggambarkan beberapa karakteristik yang berhubungan dengan penampilan suatu lot benih yaitu :
  1. Kecepatan dan keserempakan daya berkecambah dan pertumbuhan kecambah.
  2. Kemampuan munculnya titik tumbuh kecambah pada kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhan.
  3. Kemampuan benih untuk berkecambah setelah mengalami penyimpanan.
( Dirjen.BPTP.2004).
2.5    Viabilitas benih.
            Viabilitas benih adalah merupakan daya hidup benih yang dapat ditunjukan dalam fenomena pertumbuhannya, gejala metabolism, kinerja kromosom atau garis viabilitas, sedangkan viabilitas potensial adalah parameter viabilitas dari satu lot benih yang menunjukan kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal yang berproduksi normal pada kondisi lapang yang optimum (Sadjad.1994).
Menurut Eny Widajati (2007). Viabilitas benih adalah sebagai kemampuan benih untuk berkecambah dan menghasilkan bibit normal, dalam hal ini menggambarkan daya berkecambahnya.
2.6. Pengujian Daya Tumbuh / Daya Berkecambah
Pengujian benih bertujuan untuk mengetahui mutu atau kulaitas benih, hal ini bermanfaat bagi konsumen untuk memperoleh keterangan yang dapat dipercaya tentang mutu atau kualitas dari benih.
Pengujian daya tumbuh bertujuan untuk memberikan informasi kepada pemakai benih tentang kemampuan benih tumbuh di lapangan sehingga kebutuhan benih dapat diperkirakan .
Tujuan pengujian daya berkecambah/daya tumbuh untuk menentukan potensi perkecambahan maksimum dari suatu lot benih yang dapat digunakan untuk membandingkan suatu benih dari lot yang berbeda dan untuk menduga   daya tumbuh di lapang ( Dirjen BPTP.2004 ).
Adapun pengujian kadar air sangat penting karena laju kemunduran benih sangat dipengaruhi oleh kadar airnya.
Mutu benih adalah hal yang penting dalam usaha produksi benih , dimana banyak atribut atau sifat benih didalamnya antara lain : mutu genetik, mutu fisik dan mutu fisiologi dengan mempunyai viabilitas serta vigor benih yang tinggi sesuai dengan standar pengujian laboratorium benih pada Lampiran 2 (Direktorat Jendral Tanaman Pangan. 2009).


III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan dilakukan di Bagian Pengolahan Benih PT. Sang Hyang Seri (Persero) Cabang Khusus Sukamandi. Percobaan dilakukan mulai bulan Mei  sampai dengan Agustus 2010.
3.2. Bahan dan Alat Percobaan
Bahan-bahan yang diperlukan untuk kepentingan penelitian ini meliputi : calon benih padi kultivar Ciherang kelas Benih Sebar (BR).
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
a.       Lantai jemur, digunakan untuk mengeringkan calon benih padi.
b.      Timbangan, digunakan untuk menimbang berat calon benih padi yang digunakan untuk percobaan.
c.       Karung plastik, digunakan sebagai wadah calon benih padi untuk percobaan.
d.      Mousture tester Dolle 400, digunakan sebagai pengukur kadar air
e.       Hygrometer, digunakan sebagai pengukur kelembaban gudang penyimpanan.
f.       Termometer, digunakan sebagi pengukur temperatur gudang penyimpanan.
g.      Pinset, digunakan sebagai penjepit untuk menata calon benih yang diuji daya kecambah.
h.      Kertas uji, digunakan sebagai media pengujian daya kecambah.
i.        Baki, digunakan sebagai alas untuk menata calon benih yang diuji daya kecambah dan untuk menghitung butir rusak.
j.        Germinator, digunakan sebagai tempat penyimpanan pengujian daya kecambah. 
3.3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari 13 perlakuan dan masing-masing diulang sebanyak 3 kali.
Ketiga belas perlakuan tersebut adalah kombinasi kadar air benih dan lama penyimpanan:
A         :  Kadar Air Benih 11% selama 1 bulan (sebagai kontrol).
B         :  Kadar Air Benih 10% selama 1 bulan.
C         :  Kadar Air Benih 10% selama 2 bulan.
D         :  Kadar Air Benih 10% selama 3 bulan.
E          :  Kadar Air Benih 12% selama 1 bulan.
F          :  Kadar Air benih 12% selama 2 bulan.
G         :  Kadar Air Benih 12% selama 3 bulan.
H         :  Kadar Air Benih 13% selama 1 bulan.
I           :  Kadar Air Benih 13% selama 2 bulan.
J           :  Kadar Air Benih 13% selama 3 bulan.
K         :  Kadar Air Benih 14% selama 1 bulan.
L          :  Kadar Air Benih 14% selama 2 bulan.
M         :  Kadar Air Benih 14% selama 3 bulan.
            Model Linier RAL adalah :
Xij =    Î¼    +    ×–i    +    εij ;                              i : 1,2,…,4
                                                                        j : 1,2,…,5
dimana,
Xij          = nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j              
μ          = rata-rata umum
×–i             = pengaruh perlakuan yang ke-i
εij            = galat
Dari model linier tersebut dapat dilihat Daftar sidik ragam seperti tertera pada Tabel 1.
H0:   Perlakuan kombinasi kadar air benih dan lama penyimpanan tidak mempengaruhi viabilitas dan sifat fisik benih padi sawah kultivar ciherang.

H1: Ada sekurang-kurangnya satu perlakuan kombinasi kadar air benih dan lama penyimpanan yang mempengaruhi viabilitas dan sifat fisik benih padi sawah kultivar Ciherang.

Kriteria uji:   - Jika F hitung > F tabel maka H0 ditolak
- Jika F hitung < F tabel maka H1 diterima

Tabel 1. Daftar Sidik Ragam RAL
SK
Db
JK
KT
FH
FTab
Perlakuan
t-1
PXX
PXX/(t-1)


Galat
t(r-1)
GXX
GXX/t (r-1)


Total
(txr)-1
TXX



 Sumber : Gomez dan Gomez, 1995
                       


Uji statistik dilakukan dengan Uji F yang dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan MRT masing-masing pada taraf 5%.
3.4. Pelaksanaan Percobaan
3.4.1        Pengeringan dengan  Lantai Jemur.
Pengeringan calon benih / GKP (Gabah Kering Panen) dengan cara alami dilakukan di lantai jemur dengan memanfaatkan panas matahari. Gabah disebarkan secara merata di atas lantai jemur sesuai dengan kapasitas lantai jemur dengan ketebalan 3-5 cm (20-25 kg/m3). Agar diperoleh kadar air yang merata, selama proses penjemuran gabah harus dibolak-balik sebanyak 5 sampai 7 kali dalam satu hari penjemuran dari jam 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB pada keadaan panas matahari normal/terik.
3.4.2        Penyimpanan
Setelah gabah dikeringkan sesuai dengan kadar air yang telah ditentukan, yaitu 11%, 10%, 12%, 13% dan 14%, kemudian gabah calon benih tersebut dibersihkan dan disortasi. Proses pembersihan dan sortasi dilakukan secara manual yakni dengan ditampi. Proses pengolahan benih (pembersihan dan sortasi) ini dilakukan secara manual karena benih yang diolah jumlahnya sedikit yakni hanya untuk skala penelitian.
Setelah diolah, benih tersebut kemudian disimpan di gudang tempat penyimpanan benih. Sebelumnya benih tersebut dikemas dalam kemasan karung plastik.
Benih-benih ditersebut disimpan dalam kelompok-kelompok yang disusun berdasarkan kombinasi perlakuan kadar air dan lama penyimpanan benih seperti yang telah ditentukan sebelumnya.
Selanjutnya terhadap kelompok-kelompok benih tersebut dilakukan pengamatan.
3.5. Pengamatan
Pengamatan terdiri dari pengamatan penunjang dan pengamatan utama. Pengamatan penunjang adalah pengamatan yang datanya tidak diuji secara statistik yang meliputi : suhu dan kelembaban udara ruangan penyimpanan harian selama percobaan, hama serta penyakit.
Pengamatan utama terdiri dari :
1.      Perubahan kadar air benih selama penyimpanan.
Dilakukan pengukuran terhadap pertambahan kadar air dari kadar air benih, satuan parameter yang diukur dalam satuan persentase (%).
2.      Daya kecambah benih
Dilakukan pengujian daya kecambah benih dilaboratorium, satuan parameter yang digunakan dalam satuan persentase (%).
3.      Jumlah butir rusak.
Dilakukan penghitungan jumlah butir risak selama percobaan, satuan parameter yang digunakan dalam satuan butir.
4.      Susut berat benih.
Dilakukan pengukuran terhadap berat benih yang mengalami penyusutan, satuan parameter yang digunakan dalam satuan gram (gr).
 
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengamatan Penunjang
            Data suhu dan kelembaban udara gudang selama percobaan dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan data suhu dan kelembaban udara dapat diketahui bahwa suhu udara rata-rata harian adalah 29,75oC dan kelembaban udara rata-rata harian adalah  72,74 %. Menurut Kuswanto (2007) untuk penyimpanan benih jangka pendek (short term storage) antara 1-9 bulan, maka RH ruang penyimpanan disyaratkan 60 % dengan suhu udara 20oC serta kadar air maksimal 13 %  untuk benih yang mengandung protein dan karbohidrat. Dengan demikian kelembaban dan suhu udara ruang penyimpanan selama percobaan kurang sesuai untuk penyimpanan benih yang mengandung protein dan karbohidrat seperti benih padi.
Selama percobaan hampir tidak ditemui serangan hama dan penyakit pada benih yang disimpan. Kalaupun ada, serangan tersebut hanya terdapat pada beberapa sampel benih dalam jumlah yang sangat sedikit sehingga upaya pengendalian tidak dilakukan.
4.2 Pengamatan Utama
4.2.1 Kadar Air Benih selama Penyimpanan
Analisis data mengenai pertambahan kadar air benih selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil uji lanjut dengan uji Duncan disajikan pada Tabel 2.
 
Tabel 2. Pengaruh Kombinasi Kadar Air Benih dan Lama Penyimpanan terhadap Pertambahan Kadar Air.
Perlakuan
Rata-rata Pertambahan Kadar Air (%)
A (Kadar Air 11 %, 1 bulan)
0,3 b
B (Kadar Air 10 %, 1 bulan)
2,9 a
C (Kadar Air 10 %, 2 bulan)
2,9 a
D (Kadar Air 10 %, 3 bulan)
3,1 a
E (Kadar Air 12 %, 1 bulan)
1,2 a
F (Kadar Air 12 %, 2 bulan)
1,2 a
G (Kadar Air 12 %, 3 bulan)
1,4 a
H (Kadar Air 13 %, 1 bulan)
0,3 b
I (Kadar Air 13 %, 2 bulan)
0,2 b
J (Kadar Air 13 %, 3 bulan)
0,4 b
K (Kadar Air 14 %, 1 bulan)
0,1 b
L (Kadar Air 14 %, 2 bulan)
0,2 b
M (Kadar Air 14 %, 3 bulan)
0,3 b
     Keterangan : Angka rata-rata yang ditandai huruf yang sama tidak
                           berbeda nyata berdasarkan Uji Duncan pada taraf nyata 5%.

Berdasarkan uji F pada taraf 5% pada sidik ragam terdapat pengaruh yang nyata dari kombinasi kadar air benih dan lama penyimpanan terhadap pertambahan kadar air benih yang disimpan (Lampiran 3).
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa di antara perlakuan A, B, C, D, E dan F tidak menunjukkan perbedaan terhadap rata-rata pertambahan kadar air benih, demikian pula di antara perlakuan G, H, I, J, K, L dan M. Makin tinggi kadar air benih makin rendah pula kadar airnya baik pada penyimpanan 1 bulan, 2 bulan maupun 3 bulan.
            Suhu udara rata-rata harian yang cukup tinggi selama percobaan menyebabkan permukaan benih lebih dingin dari pada sekitarnya, sehingga uap air akan melekat di permukaan benih dengan kata lain telah terjadi kondensasi di sekitar permukaan benih. Titik-titik air itu akan diserap kembali oleh benih yang pada akhirnya mengakibatkan kandungan air dalam benih meningkat.
            Benih bersifat higroskopis (mudah menyerap air) dan selalu berusaha mencapai kondisi equilibrium dengan lingkungannya (Hendarto, 2007). Ketika kelembaban udara tempat penyimpanan benih sangat tinggi dimana kadar airnya lebih tinggi dari pada kadar air benih, maka benih akan menyerap kadar air dari udara sehingga kadar air benih juga meningkat.  
            Kadar air 10 % merupakan kadar air paling rendah diantara yang lainnya, sehingga kadar air ini paling higroskopis dibandingkan yang lainnya. Semakin lama penyimpanan, maka semakin banyak kadar air yang dapat terserap. Kadar air 10 % dan lama penyimpanan selama 3 bulan menjadikan pertambahan kadar air tertinggi dibandingkan perlakuan yang lainnya.
4.2.2 Daya Kecambah
Analisis data mengenai daya tumbuh benih dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil uji lanjut dengan uji Duncan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh Kombinasi Kadar Air Benih dan Lama Penyimpanan terhadap Daya Tumbuh Benih.
Perlakuan
Daya Kecambah
 (%)
A (Kadar Air 11 %, 1 bulan)
90,7 a
B (Kadar Air 10 %, 1 bulan)
89,5 a
C (Kadar Air 10 %, 2 bulan)
91,3 a
D (Kadar Air 10 %, 3 bulan)
89,3 a
E (Kadar Air 12 %, 1 bulan)
91,3 a
F (Kadar Air 12 %, 2 bulan)
90,2 a
G (Kadar Air 12 %, 3 bulan)
92,8 a
H (Kadar Air 13 %, 1 bulan)
91,0 a
I (Kadar Air 13 %, 2 bulan)
91,0 a
J (Kadar Air 13 %, 3 bulan)
91,0 a
K (Kadar Air 14 %, 1 bulan)
92,5 a
L (Kadar Air 14 %, 2 bulan)
90,3 a
M (Kadar Air 14 %, 3 bulan)
91,0 a
Keterangan : Angka rata-rata pada setiap kolom  yang diikuti huruf yang sama tidak
                      berbeda nyata berdasarkan Uji Duncan pada taraf nyata 5%.

Berdasarkan analisis sidik ragam tidak terdapat pengaruh yang nyata dari kombinasi kadar air benih dan lama penyimpanan terhadap daya tumbuh benih.
Barton (1941, dalam Lita , 2002) menemukan bahwa benih-benih dengan viabilitas awal yang tinggi lebih tahan terhadap kelembaban serta temperatur tempat penyimpanan yang kurang baik dibandingkan dengan benih-benih yang memiliki vibilitas awal yang rendah. Tingkat kemasakan benih pada saat panen juga menentukan viabilitas dan ketahanan benih dalam penyimpanan.
Periode atau lama penyimpanan benih yang relatif singkat tidak akan terlalu berpengaruh terhadap viabilitas benih yang dalam hal ini diperlihatkan oleh persentase daya tumbuh. Harrington, 1971 dalam Ance, 1992 menggambarkan hubungan antara daya tumbuh dan periode simpan dalam grafik di bawah ini :

 

Gambar 2. Hubungan antara periode simpan dengan viabilitas benih.

Pada gambar di atas terlihat bahwa pada kondisi temperatur dan kelembaban udara ruang simpan yang kurang optimal pun (kurva IV), daya tumbuh benih baru mulai menunjukkan penurunan pada periode simpan lebih dari 9 bulan. Kondisi inilah yang terjadi pada hasil percobaan yang telah dilakukan, dimana kombinasi kadar air (10 s/d 14 %) dan periode simpan yang relatif singkat (1 s/d 3 bulan) belum memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan daya tumbuh benih.
4.2.3 Jumlah Butir Rusak
Analisis data mengenai jumlah butir rusak dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil uji lanjut dengan uji Duncan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh Kombinasi Kadar Air Benih dan Lama Penyimpanan terhadap Jumlah Butir Rusak.
Perlakuan
Butir
A (Kadar Air 10 %, 1 bulan)
23,1 a
B (Kadar Air 10 %, 2 bulan)
21,6 a
C (Kadar Air 10 %, 3 bulan)
15,2 a
D (Kadar Air 12 %, 1 bulan)
14,0 a
E (Kadar Air 12 %, 2 bulan)
20,2 a
F (Kadar Air 12 %, 3 bulan)
21,6 a
G (Kadar Air 11 %, 1 bulan)
18,9 a
H (Kadar Air 13 %, 1 bulan)
14,6 a
I (Kadar Air 13 %, 2 bulan)
14,3 a
J (Kadar Air 13 %, 3 bulan)
17,8 a
K (Kadar Air 14 %, 1 bulan)
21,3 a
L (Kadar Air 14 %, 2 bulan)
18,9 a
M (Kadar Air 14 %, 3 bulan)
18,1 a
Keterangan : Angka rata-rata pada setiap kolom  yang diikuti huruf yang sama tidak     
                      berbeda nyata berdasarkan Uji Duncan pada taraf nyata 5%.

Berdasarkan analisis sidik ragam tidak terdapat pengaruh yang nyata dari kombinasi kadar air benih dan lama penyimpanan terhadap jumlah butir rusak.
Menurut Kuswanto (2007), ada dua faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan benih yakni struktur benih dan sifat resistensi benih pada saat perontokan dilakukan, misalnya pada benih Leguminose dan Crucifera. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kadar air dan tingkat kemasakan benih. Benih yang mencapai masak fisiologis akan memiliki sifat resistensi yang tinggi terhadap kerusakan fisik benih.
Benih varietas Ciherang yang diproduksi oleh PT. Sang Hyang Seri (Persero) merupakan benih bersertifikat yang dalam proses produksinya mulai dari pertanaman, pemanenan dan pengolahan benih sudah melalui proses sertifikasi. Pada saat panen, hanya calon benih yang sudah benar-benar ada dalam keadaan masak fisiologis yang bisa dipanen.
Kondisi benih yang sudah berada dalam masak fisiologis inilah yang membuat benih tersebut tidak mengalami kerusakan fisik secara nyata pada kadar air dan periode simpan yang berbeda seperti yang diperlihatkan oleh hasil percobaan.  
4.2.4 Bobot Benih
Analisis data mengenai pertambahan bobot benih dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil uji lanjut dengan uji Duncan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh Kombinasi Kadar Air Benih dan Lama Penyimpanan terhadap pertambahan Bobot Benih.
Perlakuan
Gram
A (Kadar Air 10 %, 1 bulan)
301,3 c
B (Kadar Air 10 %, 2 bulan)
279,5 b
C (Kadar Air 10 %, 3 bulan)
725,8 c
D (Kadar Air 12 %, 1 bulan)
455,2 c
E (Kadar Air 12 %, 2 bulan)
502,0 c
F (Kadar Air 12 %, 3 bulan)
257,2 b
G (Kadar Air 11 %, 1 bulan)
583,2 c
H (Kadar Air 13 %, 1 bulan)
387,7 c
I (Kadar Air 13 %, 2 bulan)
230,8 b
J (Kadar Air 13 %, 3 bulan)
420,3 c
K (Kadar Air 14 %, 1 bulan)
360,5 c
L (Kadar Air 14 %, 2 bulan)
296,5 b
M (Kadar Air 14 %, 3 bulan)
113,8 a
Keterangan : Angka rata-rata pada setiap kolom  yang diikuti huruf yang sama tidak    
                      berbeda nyata berdasarkan Uji Duncan pada taraf nyata 5%.

Berdasarkan analisis sidik ragam terdapat pengaruh yang nyata dari kombinasi kadar air benih dan lama penyimpanan terhadap perubahan bobot benih.
Sejalan dengan terjadinya pertambahan kadar air, maka bobot benih pun mengalami pertambahan. Kondisi suhu dan kelembaban udara tempat penyimpanan benih yang cukup tinggi (suhu udara rata-rata harian : 29,75oC dan kelembaban udara rata-rata harian :  72,74 %) membuat benih mengalami kondensasi dan kemudian menyerap kadar air dari udara. Bertambahnya kadar air benih ini membuat bobot benih juga ikut bertambah.
Menurut Lita (2002), penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut :
1.      Ketebalan kulit benih
2.      Struktur dari kulit benih
3.      Komposisi kimia dari benih dan kulit benih
Benih yang memiliki kulit benih keras tidak dapat menyerap air, sementara benih yang mengandung banyak protein sangat hygroskopis dan benih yang mengandung karbohidrat (benih padi misalnya) lebih mudah menyerap air daripada benih yang mengandung lemak.
            Semakin banyak kadar air yang diserap oleh benih dari udara, maka akan semakin bertambah bobot benih tersebut. Kadar air 10 % dan lama penyimpanan 3 bulan menyebabkan pertambahan bobot benih tertinggi yakni sebesar 725, 8 gram. Pada kadar air 10 % benih menjadi lebih higroskopis dibandingkan dengan benih yang memiliki kadar air lebih besar. Lama penyimpanan 3 bulan, membuat benih lebih banyak menyerap kadar air dari udara dibandingkan dengan lama penyimpanan yang lebih singkat. Akibatnya, perlakuan kadar air 10% dan lama penyimpanan 3 bulan mengakibatkan pertambahan bobot benih tertinggi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.       Kombinasi kadar air benih dan lama penyimpanan yang berbeda memberikan viabilitas dan sifat fisik yang berbeda pula.
2.       a. Makin rendah kadar air benih yang disimpan makin tinggi penambahan kadar air benih pada lama penyimpanan baik 1,2 maupun 3 bulan.
b. Perbedaan kadar air benih (10 %, 11 %, 12 %, 13 % dan 14 %) danperbedaan lama penyimpanan (1,2 dan 3 bulan) memberikan pengaruh yang sama terhadap daya kecambah benih dan jumlah butir yang rusak.
c. Kadar air benih baik 10 %, 11 %, 12 %, 13 % maupun 14 % yang disimpan selama 1 bulan memberikan bobot benih yang lebih berat dari pada yang disimpan selama 2 dan 3 bulan kecuali pada perlakuan kadar air 10 % selama 3 bulan, 12 % selama 2 bulan dan 13 % selama 3 bulan.
5.2 Saran
1.       Perbedaan kadar air  dan lama penyimpanan benih secara umum berpengaruh positif terhadap pertambahan kadar air dan bobot benih kultivar Ciherang. Disarankan adanya pengkajian lebih lanjut dengan penyimpanan pada media penyimpanan benih yang terisolasi (SILO).
2.       Kadar air dan lama penyimpanan benih yang berbeda pada percobaan ini tidak berpengaruh nyata terhadap viabilitas sifat fisik benih kultivar Ciherang. Disarankan adanya pengkajian lebih lanjut tentang kadar di atas 14 % dan lama penyimpanan di atas 3 bulan.
 
DAFTAR PUSTAKA
Ance G. Kartasapoetra, Ir., 1992. Teknologi benih, Rineka Cipta, Jakarta.
Baki, A.A. and J.D. Anderson. 1972. Physiological and biochemical    deterioration of seeds. In T.T. Kozlowski (Ed). Seed Biology Vol. II. Academic Press. New York. P. 283 – 315.
Dirjen BPTP.2004. Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan, Laboratorium dan Metode Standar, BPMBTPH, Direktorat Perbenihan . Cimanggis, Depok , Jawa Barat.
Direktorat Jendral Tanaman Pangan. 2009. Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih Bina. Direktorat Perbenihan.  Jakarta.
Eny Widajati. 2007. Makalah Pelatihan Analis Benih Tingkat Lanjutan. Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. Cimanggis Bogor.
Glaszmann, J. C. 1987. Isozymes and Classification of Asian Rice Varieties. Theor. Appl. Genet. 74:21-30. http://id.wikipedia.org/wiki/Padi. Padi. Ensiklopedia Bebas. Wikipedia Bahasa Indonesia. Diakses tanggal 7 April 2010.
Gomez. A. Kwanchai dan Gomez. A. Arturo. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Hendarto Kuswanto. 2007. Teknologi Pemrosesan Pengemasan dan Penyimpanan Benih. Kanisius . Yogyakarta.
Izzudin, A. 2003. Manajemen Produksi Benih Padi Bersertifikat di PT. Sang Hyang Seri (Persero) Jawa Barat. Laporan Praktek Umum. Fakultas Pertanian Lampung. Bandar Lampung.
Lita Sutopo. 2002 Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
McCormack. Jeffrey H, Ph.D. 2004. SEED PROCESSING AND STORAGE.
          Diakses tanggal 30 Januari 2010.
Robi’in. 2007. Perbedaan Bahan Kemasan Dan Periode Simpan Dan Pengaruhnya Terhadap Kadar Air Benih Jagung Dalam Ruang Simpan Terbuka.
          Diakses tanggal 28 Januari 2010.
Sadjad, S. 1972. Kertas merang untuk uji viabilitas benih di Indonesia. Disertasi Doktor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 181pp.
Sadjad, S. 1994. Kuantifikasi metabolism benih. PT.Widia Sarana Indonesia, Jakarta. 145pp.
Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. PT. Sastra Hudaya. Jakarta.
Syarief. R dan J. Kumendong. 1997. Penanganan Panen dan Pasca Panen Jagung dalam Rangka Meningkatkan Mutu Jagung untuk Industri Ekspor. Temu Teknis BP BIMAS Dep. Pertanian. Jakarta.